HALOAGRO.COM – Hampir dua dekade lalu, Muaragembong, Kabupaten Bekasi Jawa Barat dipenuhi dengan tanaman Mangrove.
Namun seiring berjalannya waktu, Muaragembong mengalami abrasi. Pohon mangrove yang seharusnya jadi ‘sabuk’ perlahan longgar dan kehilangan fungsinya.
Kecamatan Muaragembong memiliki enam desa, dimana dua di antaranya, yaitu Desa Pantai Bahagia dan Desa Pantai Bakti merupakan wilayah dimana lahannya hampir tergerus abrasi.
Endang selaku Bendahara Kelompok Tani Sumber Makmur bercerita, lahan di kedua desa tersebut mulai tergerus abrasi sejak 2005 hingga kemudian mulai rusak parah sekitar tahun 2010.
Baca Juga:
Wamentan Sudaryono Ungkap Janji Presiden Prabowo Subianto Soal Penyaluran Pupuk Subsidi ke Petani
Komoditas Susu Diusulkan Masuk dalam Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Ini Alasan Menperin
Bulog Jadi Badan Otonom Langsung di Bawah Presiden Prabowo Subianto, Tingkatkan Stabilisasi Pangan
“Permukaan air laut mulai meninggi, green belt dari mangrove di pesisir berkurang yang bikin air laut masuk karena nggak ada penahannya.”
“Dulunya, lahan di desa adalah tambak produktif, bisa tanam udang, bandeng, dan lainnya.”
“Sekarang karena terkena abrasi, permukaan air meninggi, pohon berkurang, maka jadi seperti lautan kecil,” ujar Endang saat dihubungi, Selasa (23/7/2024).
Ekosistem mangrove yang seharusnya kaya dengan fungsi dan manfaatnya, yaitu sebagai green belt atau penghalang dari gempuran pancaran gelombang air laut di Muaragembong pun menjadi rusak.
Baca Juga:
Terdapatnya ancaman kerusakan lingkungan dan berkurangnya jumlah sumber daya alam yang makin melebar, tentu membuat masyarakat di Kampung Solokan Kendal, Desa Pantai Bahagia, Muaragembong khawatir.
“Datarannya sudah hampir tergerus abrasi. Ada sekitar 2500 hektar dari dua desa, di Desa Pantai Bahagia dan Desa Pantai Bakti yang tergerus abrasi karena faktor iklim dan tempat tidak dikelola masyarakat secara maksimal,” cerita Endang.
Menurut Endang, tempat tinggalnya sejak lahir itu perlu mendapat perhatian khusus.
Kemudian pada tahun 2021 2023, masyarakat Kampung Solokan Kendal mendapat bantuan dari BRI lewat Program BRI Menanam – Grow & Green Penanaman 10.000 bibit mangrove dan mereka mengambil langkah inisiatif untuk menjaga lingkungan, dengan membentuk Kelompok Tani Sumber Makmur yang beranggotakan 24 orang.
Baca Juga:
Andi Amran Sulaiman Janji akan Mundur dari Jabatan Mentan Jika Gagal Berantas Mafia Impor Pangan
Prabowo Subianto Hapus Utang Macet Petani Nelayan UMKM, Tegaskan Keberpihakan Pemerintah
“Aktivitas kami sehari-hari adalah petani tambak. Sekarang posisinya tambak yang dikelola terancam abrasi karena gelombang pasang rob.”
“Lalu dari BRI ada ngasih bantuan 10 ribu bibit mangrove untuk ditanam di pinggir tambak dan daerah pesisir, supaya tambak kami aman. Mangrove yang ditanam itu jadi green belt untuk mencegah abrasi,” kata Endang.
Upaya Nyata BRI Lawan Perubahan Iklim
Berkontribusi melestarikan lingkungan hidup, menjadi salah satu fokus BRI untuk memulihkan ekosistem di wilayah Muaragembong.
Melalui Program BRI Menanam – Grow & Green Penanaman, bantuan bibit mangrove tersebut diharapkan dapat memberi dampak positif bagi lingkungan, seperti pengurangan emisi karbon atau menyerap polusi udara, termasuk menciptakan keanekaragaman hayati yang menjadi habitat hewan kecil di sekitar Muaragembong.
Endang bercerita kalau anggota kelompoknya melakukan penanaman, pemeliharaan, dan pendataan kondisi perkembangan tanaman.
Mereka juga mengukur potensi cadangan dan serapan karbon yang berjalan dari 2023-2026.
“Kami melakukan pengukuran seperti ketinggian pohon, diameter batang untuk mangrove yang sudah ditanam, termasuk penyulaman kalau ada yang mati disulam untuk menjaga 10 ribu mangrove yang sudah ditanam.”
“Lalu hal itu kami laporkan ke BRI per empat bulan sekali. Semua ada laporannya,” kata Endang yang juga menjelaskan kalau data monitoring itu akan menentukan kelulusan hidup bibit mangrove.
Soal kelulusan hidup bibit mangrove, Endang mengatakan rata-rata angka kehidupan bibit mangrove dari BRI yang berhasil tumbuh sekitar 85-90%. Sisanya, kata dia, gagal hidup alias mati karena faktor cuaca dan hama ulat.
“Ada juga karena faktor rob karena memang batang belum besar, sehingga sehingga akarnya belum kuat, kena ombak dan bisa cepat lepas,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto, mengatakan BRI secara konsisten terus mendukung pelestarian alam dalam menjaga pesisir pantai dari abrasi serta mengembalikan habitat hutan mangrove yang ada di Tanah Air.
Hal itu juga menjadi salah satu bentuk komitmen BRI untuk mendukung upaya Pemerintah agar bebas emisi karbon pada tahun 2060.
“Kami berharap kegiatan penanaman mangrove yang telah dilakukan memberikan manfaat bagi keberlanjutan dan hidup masyarakat.”
“Selain itu, proses pelestarian tidak dilakukan hanya sebatas awal fase penanaman semata, tetapi juga dilanjutkan dengan perawatan demi hasil yang maksimal, kami menitipkan kepada masyarakat untuk dapat menjaga dan melestarikannya,” ujar Catur.
Catur menambahkan, selain penyaluran bantuan bibit Mangrove, upaya nyata BRI dalam melawan perubahan iklim dalam program BRI Menanam Grow & Green juga dilakukan dengan penanaman pohon di lahan-lahan kritis dan kegiatan transplantasi terumbu karang.
“BRI Menanam Grow & Green merupakan wadah untuk mewujudkan praktik pembangunan berkelanjutan yang memliki tujuan untuk melestarian lingkungan, menyerap karbon, memberdayakan masyarakat dan meningkatan perekonomian,” tegas Catur.
Sejak Tahun 2023, program BRI Menanam – Grow & Green telah berhasil menanam bibit pohon sebanyak 42.800 bibit. Bibit pohon yang ditanam diantaranya mangrove, cemara laut, dan tanaman produktif (durian, kopi, aren, pinus, pala, dsb) serta men-transplantasi 2.430 fragmen terumbu karang di beberapa Pulau Indonesia. Secara keseluruhan, program ini berpotensi menyerap karbon sebesar 9.653,51 Ton CO2e/tahun.***